Berita

3400 Paket Program Bantuan Pangan Non Tunai selama 3 Tahun Terakhir Diduga Dikorupsi

833
×

3400 Paket Program Bantuan Pangan Non Tunai selama 3 Tahun Terakhir Diduga Dikorupsi

Sebarkan artikel ini

gawoh.com – Kejaksaan Negeri Mukomuko, Provinsi Bengkulu Periksa 40 Saksi dugaan korupsi program bantuan pangan non tunai langsung (BPNTL) Kementerian Sosial sejak tahun 2019 sampai 2021.

“Dugaan korupsi ini dilakukan oknum koordinator dan pendamping program BPNTL kecamatan dengan modus menaikkan harga jual pangan berakibat turunnya kualitas sembako yang diterima masyarakat,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mukomuko Rudi Iskandar, pada Jumat 15 April 2022.

Penerima BPNTL di Kabupaten Mukomuko sebanyak 3.400 penerima.

Rudi Berkata, Koordinator dan pendamping monopoli penjualan, mereka menentukan sendiri masyarakat penerima bantuan ini harus berbelanja sembako.

Bantuan yang diduga dikorupsi ini bergulir sejak tahun 2019 sampai 2021. Bantuan diberikan kepada penerima setiap triwulan sebesar Rp 200 ribu per kepala keluarga dalam bentuk ATM Khusus dari Kementerian Sosial, yang kemudian dibelanjakan di e-warung yang bertanda khusus.

Harga sembako dinaikkan

Oknum pendamping dan koordinator menentukan warung dan harga sembako dinaikkan agar Oknum koordinator dan pendamping dapat keuntungan dari penjualan sembako.

“Misal harga beras seharusnya dijual dengan Rp 90 ribu per karung, dinaikkan dengan harga Rp 120 ribu rupiah, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan,” Katanya.

Diduga, setiap Rp 200 ribu dana yang diterima oleh masyarakat, Oknum mengambil keuntungan rata-rata Rp 40 ribu.

saat ini kejaksaan masih menunggu hasil perhitungan BPKP untuk menentukan jumlah kerugian negara dan berkoordinasi kepada Kementerian Sosial.

didalam peraturan menteri sosial nomor 20 tahun 2019 pada pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan baik uang ataupun barang yang berkaitan dengan penyaluran BPNT.

dalam perkara ini setidaknya ada 7 orang berpotensi menjadi tersangka.

“Saya estimasikan ada 7 calon tersangka dari kasus ini,” Jelas Rudi.

Kasus ini terungkap berawal dari keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual e-warung, akibatnya warga menjual kembali beras tersebut dengan harga murah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *